Rabu, 01 Juni 2011

beriman, masuklah kamu dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah (kebijakan-kebijakan) syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.
Pengertian ayat ini menurut Mohammad Ali Shabuni dalam tafsirnya adalah sebagai berikut : “Masuklah kamu ke dalam Islam dengan menerima semua hukum-hukumnya dan segala peraturan–peraturannya”. (Mohammad Ali Shabuni; 1981: 133).
Sayed Qutb berkomentar lebih jauh  sebagai berikut: “Islam adalah suatu keseluruhan (sistem) yang lengkap, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Jadi Islam dapat diambil secara keseluruhan atau ditinggalkan secara keseluruhan”. (Sayed Qutb; 1981 : 114-115).
Oleh karena itu, umat Islam terlarang menerima Islam secara parsial, menerima sebagian dan menolak sebagian yang lain, sebagaimana dilarang beriman separuh dan kafir separuh terhadap hukum Islam itu seperti tertuang dalam Al Quran, surat  al Baqarah : 25 (artinya): “Apakah kamu akan percaya hanya kepada sebagian dari isi Al Kitab (al Quran) itu dan yang sebagian lagi kamu ingkari? Maka tidak ada balasan orang yang berbuat demikian, kecuali kehinaan (kehancuran) hidup di dunia dan diakhirat (hari kiamat) mereka dilemparkan kepada azab yang pedih”. (Abdul Qadir Audah; 1965 : 137-138).
I.            PENDIDIKAN PONDOK PESANTREN LANGKAH AWAL MENEGAKAN ISLAM
KH. Noer Ali dalam memprioritaskan pendirian pondok pesantren sebagai pusat pendidikan Islam, bukan semata-mata melaksanakan saran dari gurunya, tetapi beliau mengerti dan sadar bahwa pondok pesantren, lembaga pendidikan Islam di Indonesia yang mampu bertahan dan tetap berdiri dengan tegar dalam menghadapi serangan penjajah Kristen Barat (Portugis, Spanyol dan Belanda) serta penjajah Shinto / Budha Timur (Jepang) selama lebih dari 400 tahun; demikian tulis Wartheim, penulis sejarah bangsa Eropa tentang pondok pesantren di Indonesia.
1.     Sejarah Pondok Pesantren
Pada periode Mekah, dimana umat Islam merupakan golongan minoritas-tertindas, maka Rasulullah s.a.w. memulai pendidikan kader Islam secara sembunyi-sembunyi di rumah Arqam in Abi Arqam, di daerah Shafa, tidak jauh dari Masjidil Haram. Kader-kader Islam yang dididik di sini selama tiga tahun yaitu antara lain: Abu Bakar Siddiq, Umar Ibnul Khattab, Ali Bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdullah bin Mas’ud, Saad bin Zaid, Abdurrahman bin ‘Auf, Arqam bin Abi Arqam, Mas’ud bin Amir, Bilal bin Dabah, Amar bin Yasser dan sepuluh orang lainnya. Kader-kader Islam dari rumah Arqam ini, kemudian mengembangkan Islam ke wilayah-wilayah kekuasaan Raja Persia di timur dan Kaisar Romawi di barat, hanya dalam waktu 35 tahun saja. (Abdullah Nasheh ‘Ulwan; 1981 : 1082-1083).
Pada periode Madinah, dimana umat Islam menjadi penguasa Negara Islam Madinah, Rasulullah s.a.w. telah menjadikan Masjid Nabawi sebagai pusat pendidikan Islam dan bagi para siswa/mahasiswa yang memperdalam tentang agama Islam, disediakan tempat ruangan disebelah utara Masjid, yang diberi nama “Assuffah”. (Sidi Gazalba; 1962: 22). Masjid dengan As Suffahnya, sebagai pusat pendidikan Islam, dilanjutkan pada zaman pemerintahan Islam Khualafa al Rasyidin selama tigapuluh tahun (632-661).
Kemudian pada zaman pemerintahan Islam Bani Umayyah di Syria (661-750), di Spanyol (711-1492); dan Bani Abbasyiyah di Irak (750-1492); Bani Fathimiyyah di Mesir  (919-1290); Bani Seljuk di Turki (1105-1290) serta Bani Utsmany di Turki (1290-1919), pendidikan Islam telah berkembang  dengan nama “Al Khuttab” (semacam Taman Kanak-Kanak), Madrasah dengan masjidnya (untuk tingkat sekolah menengah),”Darul Hikmah” atau “Duwarul ‘Ilm” (semacam perguruan tinggi dengan bermacam disiplin ilmu). (Asma Hassan Fahmi; 1979 : 29-49).
Di Indonesia Madrasah dengan masjidnya, yang secara esensial sama dengan “Masjid Nabawi dengan  Suffahnya” di Zaman Nabi s.a.w. dan Khualaf al Rasyidin dinamakan “Pondok Pesantren” Pendididikan Pondok Pesantren mulai didirikan dan dikenal sejak zaman pemerintahan Islam Perlak dan Samudera Pasai (1078-1413) di Aceh timur dengan ulama sebagai pendiri dan pendidiknya seperti Teungku di Geureudong, Teungku Cot mamplam dan lain-lain. Pada zaman Iskandar Muda, pondok pesantren di Sumatera mengalami perkembangan yang sangat pesat sekali dengan nama ulama yang memimpinnya seperti Syeikh Nuruddin Arraniri, Syeik Ahmad Khatib Langin, Syeikh Syamsuddin as Sumaterawi, Syeikh Hamzah Fansuri,Syeikh Abdur Rauf, Syeikh Burhanuddin. (Mahmud Yunus;1982 :172).
Di pulau Jawa pondok pesantren pertama didirikan di Ampel Surabaya oleh Maulana Malik Ibrahim, yang datang ke Surabaya pada 1399 dan wafat 1419. Sebelumnya ia adalah qadhi besar dari Kesultanan Samudera Pasai. Pondok Pesantren Ampel dilanjutkan dan disempurnakan oleh Raden Rahmat (sunan Ampel)  dan anak Maulana Malik Ibrahim. Dari pesantren Ampel lahirlah sunan Bonang, sunan Drajat, sunan Giri, sunan Gunung Jati, sunan Kudus, sunan Muria dan sunan Kalijaga.
Pondok pesantren bukan hanya dikenal di Sumatera dan pulau Jawa atau Indonesia pada umumnya, tetapi juga terdapat di Pattani (Thailand Selatan), Malaysia, Brunai Darus Salam, di Mindanao dan Sulu (Philipina Selatan). Pondok pesantren (madrasah dan Masjid) sebagai pusat pendidikan Islam, menurut Roger Garaudy, juga terdapat di Fes Maroko dengan Masjid Karawiziyn, di Samarkand dan Cordova Spanyol. (Roger Garaudy; 1982 : 117).
Jadi Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam, yang meniru lembaga pendidikan Islam zaman Rasulullah s.a.w. dan Khulafa al Rasyidin di Madinah yaitu Masjid Nabawi dengan as  Suffahnya”.
Kemudian di Indonesia perkembangan pondok pesantren yang didirikan dan dikelola oleh umat Islam (swasta) sampai sekarang ini menurut data Departemen Agama RI berjumlah 17.000 buah pondok pesantren. Dan menurut pengalaman tiap pondok pesantren mempunyai santri  antara 300-1500 orang santri. Apabila setiap pondok pesantren dipukul rata mempunyai santri 500 orang, maka berarti jumlah santri di Indonesia sebanyak 17.000 x 500 santri = 8.500.000 santri.
2.     Fungsi Pondok Pesantren.
Di dalam pondok pesantren ada dua potensi sumber daya manusia yaitu ulama dan santri. Ulama, yang menjadi pemimpin dan pendidik para santri dan masyarakat sekitar pondok pesantren, berfungsi sebagai pewaris para Nabi; sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah s.a.w.dalam Haditsnya: “Para ulama itu adalah pewaris Nabi-Nabi”. (H.R. Ibnu Hajjar). Warisan yang diberikan kepada ulama bukan berbentuk kekayaan dan kekuasaan, tetapi berbentuk agama Islam dengan dua kitabnya yakni al Qur an dan al Hadits, sumber nilai dan hukum yang wajib dijadikan pedoman di dalam prikehidupan dan penghidupan manusia.
Kemudian fungsi pondok pesantren telah diatur di dalam al Qur an, surat at Taubah: 12: “Tidak sepatutnya bagi orang-orang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka, beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama (Islam) dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya, apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya”. Pengertian ayat ini adalah sebagai berikut:
(a)  Harus adanya pembagian tugas di dalam kehidupan umat Islam, yaitu ada yang menjadi militer dan ada yang menjadi pendidik/da’i.
(b)  Calon terdidik/santri harus memperdalam agama Islam, yang esensinya terdiri atas: masalah spiritual, moral, politik,ekonomi dan sosial.
(c)   Para santri yang telah tamat, wajib menyebarkan Islam (dakwah) dan berjuang untuk berdirinya masyarakat Islam. (Sholeh Iskandar; tanpa tahun: 2).
3.     Pondok Pesantren dan Perjuangan Politik di Indonesia.
Para pedagang dan muballigh Muslim telah datang dipantai Barat Sumatera pada 674. (Thomas W.Arnold; 1981 : 317-318); dan pada 717 di Sriwijaya. (Hamka; 1976 : 55). Waktu-waktu masuknya umat Islam ke Indonesia tersebut terjadi dalam priode pemerintahan Islam Bani Umayyah di Syria, yang berkuasa (661-750) dengan daerah kekuasaannya meliputi seluruh Timur Tengah.
Pola Islamisasi yang dilakukan oleh para pedagang dan muballigh Muslim dengan cara membebaskan para budak pribumi, menikahi wanita-wanita pribumi, bersahabat dengan para penguasa setempat, berdakwah dengan lisan dan perbuatan. Pola Islamisasi tersebut dilakukan selama berpuluh-puluh tahun sampai terbentuknya masyarakat Islam yang luas, dan atas persetujuan mereka, maka berdirilah Pemerintahan Islam (Kesultanan) dengan kepala negaranya disebut Sultan.
Berdirinya Kesultanan Perlak di Aceh timur, berlaku pola Islamisasi seperti yang disebutkan di muka: Islam datang di Perlak pada 1028, dan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar