Rabu, 01 Juni 2011

Dengan posisi strategis subsistem politik, maka Ibnu Taimiyah mewajibkan kaum Muslimin untuk mendirikan “Pemerintahan Islam” (sebagai pemegang kekuasaan politik Islam); ia antara lain menulis: “Kewajiban untuk mendirikan pemerintahaan itu adalah karena ajaran agama Islam, dan dengan pemerintahan itu dimaksudkan untuk mengabdi kepada Allah S.W.T. Karena pengabdian kepada Allah dengan pimpinan pemerintah itu melalui cara mentaati segala peraturan Allah dan Rasul-Nya, adalah merupakan suatu pendekatan diri kepada Allah yang paling baik. Sebab Allah S.W.T telah memerintahkan kepada kaum Muslimin untuk melaksanakan amar ma’ruf dan nahi munkar, menegakan keadilan, melaksanakan hukum hudud, menolong orang yang teraniaya, jihad fi sabilillah (perang); dan hal-hal itu semua tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan baik tanpa adanya pemerintahan Islam yang memiliki kekuasaan dan kekuatan. (Taqiyuddin Ibnu Taimiyah, 1967, hal. 200-202).
Kewajiban untuk memiliki pemerintahan Islam, ditegaskan lebih lanjut oleh Abdul Qadir Audah, seperti antara lain ungkapnya: “Maka karenanya agama Islam mewajibkan bahwa negara itu harus berdiri diatas asas Islam dan wajib pula hukum, politik, peraturan-peraturan dan segala kebijaksanaan yang ada pengaruhnya terhadap kehidupan masyarakat harus bersumber kepada nilai-nilai ajaran agama Islam dan harus tegak diatas dasar Islam. (Abdul Qadir Audah, 1965, hal. 129).
a.     Negara Islam
Kemudian, Hijrah Rasulullah s.a.w. dan para sahabatnya dari Mekah ke Madinah pada 622 adalah merupakan titik tolak berdirinya “Negara Islam” pertama dengan konstitusinya yang disebut “Shahiefah” (Piagam Madinah), yang mengatur seluk-beluk  “Negara Islam Madinah”. Komentar tentang “Hijrah” tersebut dikemukakan oleh Ismail Raj i al Faruqi sebagai berikut: “Segi terpenting Hijrah ialah terwujudnya Negara Islam. Negara Islam adalah tujuan Hijrah”. (Ismail Raj’i al Faruqi;1991: 32).
Berkenaan dengan “Konstitusi Madinah”, dua orang penulis Barat non Muslim yaitu : A.J. Wensick dalam bukunya  “Mohammed en de Yoden te Madinae”, dan W. Montgomory Watt dalam bukunya “Mohammed at Madina”, menyusun konstitusi Madinah tersebut sebagai berikut :
a.      Mukadimah.
b.     Bab I        : Pembentukan Ummah; berisi satu pasal.
c.      Bab II       : Hak Asasi Manusia; berisi 9 pasal.
d.     Bab III     : Persatuan Seagama; berisi 5 pasal
e.      Bab IV      : Persatuan Segenap Warga Negara; berisi 9 pasal
f.       Bab V       : Golongan Minoritas; berisi 12 pasal .
g.     Bab VI      : Tugas Warga negara; berisi 3 pasal.
h.     Bab VII     : Melindungi Negara; berisi 3 pasal.
i.        Bab VIII   : Pemimpin Negara; berisi 2 pasal.
j.       Bab IX      : Politik Perdamaian; berisi 2 pasal.
k.      Bab X       : Penutup; berisi satu pasal.
( Z.A. Ahmad; 1973 :21-30 )
Selanjutnya, Phillip K. Hitti, orientalis Kristen Syria, mengomentari Negara Islam yang didirikan oleh Rasulullah s.a.w. adalah sebagai berikut :”Dengan demikian maka dasar persaudaraan Arab yang terkuat yaitu persaudaraan berdasarkan pertalian darah (suku/bangsa) lenyaplah dengan sekaligus dan digantikan oleh suatu ikatan baru, yaitu ikatan agama, terwujudlah untuk negeri Arab semacam “Pax Islamica”;  umat yang baru ini tidak mengenal kasta pendeta, tidak mempunyai hirarki dan tidak mempunyai kedudukan pusat. Masjid yang merupakan mimbar umum dan tempat melatih para prajurit, dan masjid itu pulalah tempat beribadah bersama. Pemimpin shalat yaitu imam adalah juga panglima tertinggi angkatan perang Islam, yang diharuskan melindungi sesama Muslim terhadap dunia luar seluruhnya. Islam merombak kebiasaan–kebiasaan lama dengan serentak. Minuman keras dan perjudian, disamping wanita, yang ketiga itulah yang menarik hati orang Arab, dilarang dengan suatu kalimat yang pendek. Dari Madinah “Theokrasi Islam mengembangkan diri keseluruh negeri Arab, kemudian hari termasuk juga kedalamnya sebagian besar daerah Asia Barat dan Afrika utara. Umat Islam di Madinah dapat diambil sebagai contoh kecil dari umat Islam seluruhnya. Selama hidupnya yang fana dan pendek itu, hanya selama itulah Nabi Muhammad dengan alat-alat yang sederhana sudah berhasil menjelmakan suatu bangsa (nation) yang sebelum itu belum penah bersatu dan nama negerinya hanyalah suatu nama pertanda ilmu bumi belaka. Selama itu pulalah Nabi Muahmmad sudah berhasil menegakkan agama Islam, yang mendesak agama Yahudi dan Kristen dari banyak daerah-daerah dan menjadikan umat pada sebagian besar diatas bumi ini menjadi pengikut-pengikutnya. Demikianlah ia telah meletakkan dasar dari suatu “negara besar”; yang tidak berapa lama kemudian berhasil menjadikan provinsi-provinsi yang indah-indah dari dunia yang beradab pada kala itu menjadi daerah bagiannya”. (Phillip K.Hitti;1963 : 46-47).
Selain itu, Rasulullah s.a.w. sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan Negara Islam Madinah hanya selama sepuluh tahun (622-632); setelah ia wafat digantikan oleh para Khulafa al Rasyidin (Abu Bakar Siddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib) secara berturut–turut, yang dipilih melalui Majlis Syura (Majelis Musyawarah para tokoh-tokoh Muhajirin dan Anshar) dan berlangsung selama tiga puluh tahun (632-661). Pada masa pemerintahan Islam Khulafa al Rasyidin, daerah kekuasaan Negara Islam cukup luas, yaitu mencapai  2.252.030 mil persegi, yang meliputi negeri-negeri Mesir, Syria, Lebanon, Yordania, Palestina, Irak, Khuzistan, Armenia, Azerbaijan, Fars, Kirman, Khurasan, Makram dan Balukistan. (Syibli Nukman; 1981 : 254).
Pada masa pemerintahan Islam Bani Umayyah (661-750)  dengan Damaskus-Syria sebagai ibu kotanya, Muawiyah (khalifah) telah berhasil meluaskan daerah kekuasaannya meliputi Cyprus, Sicilia, Rhodesia, Creta, Sardinia dan Kepulauan Baliaren. (M.A.Enan; 1979 :94).
Muawiyah (Khalifah Bani Umayyah) merentangkan kekuasaan Negara Islam di Afrika Utara dari mulai Mesir sampai dengan pantai lautan Atlantik; dan dari sana menyeberang selat Gibraltar dan mendarat di Spanyol. Kekuasaan Negara Islam di Spanyol berlangsung lebih dari tujuh ratus tahun (711-1492). (Phillip K.Hitti;1963 : 90-91).
Kemudian pada masa pemerintahan Islam Bani Abbasyiyyah (750-1262) dengan ibukotanya Bagdad Irak; Khalifah Harun al Rasyid (780-809) telah menjadikan kota Bagdad menjadi pusat dunia yang amat makmur dan mempunyai hubungan internasional. Di sungai Tigris berlabuh beratus-ratus kapal dari berbagai macam bangsa, termasuk jenis kapal Jung Tiongkok. Pada saat itulah pelaut-pelaut Muslim melakukan pelayaran ke Tiongkok dan Indonesia, ke Eropa dan Afrika Selatan. (Mohammad Natsir;1954 : 6).
Di Mesir telah berdiri pula pemerintahan Islam Bani Fathimiyah (919-1290) dengan daerah kekuasaannya meliputi sebagian besar Timur-Tengah. Pada masa pemerintahan Islam dipimpin oleh Sultan Shalahuddin al Ayyubi, pasukan Salib-Kristen-Eropa menyerbu dan menjajah neger-negeri Muslim di Timur-Tengah. Perang salib-Kristen-Eropa versus Perang Sabil-Islam di Timur-Tengah berlangsung hampir duaratus tahun lamanya (1095-1291). Dan Sultan al Malkuz-Zahir dari Bani Fathimiyah berhasil mengusir pasukan Salib-Kristen-Eropa dari Timur-Tengah untuk selama-lamanya. (Phillip K.H itti; 1963 : 230).
Selanjutnya pemerintahan Islam Bani Seljuk di Turki mendirikan Negara Islam selama masa lebih dari dua ratus tahun (1105-1290) dan dilanjutkan oleh pemerintahan Islam Bani Utsmany/Ottoman (1290-1919).
Berdasarkan data sejarah yang terungkap di muka, maka pemerintahan Islam pernah berkuasa di dunia ini selama 1297 tahun, sejak Rasulullah s.a.w mendirikan Negara Islam di Madinah pada 622 sampai runtuhnya pemerintahan Islam Bani Utsmany 1919 karena diinvasi oleh negara-negara Kristen Eropa pada Perang Dunia I. Luas wilayah kekuasaan Negara Islam, terbentang dari Afrika utara, sampai pantai lautan Atlantik, Spanyol, Balkan, Yunani, Turki, Timur-Tengah, Asia Tengah, Asia Selatan sampai sungai Indus di India dengan penduduk yang multi ras, multi budaya dan multi agama.
b.     Konstribusi Islam Terhadap Kebudayaan.
Bukan hanya luasnya kekuasaan Islam dan lamanya berkuasa di planet bumi in, tetapi juga sumbangsihnya kepada kebudayaan dunia, baik filsafat, ilmu pengetahuan dengan teknologinya maupun seni kepada umat manusia luar biasa banyaknya, di saat dunia Barat masih barbar.
Umat Islam belajar dari Cina teknik membuatan kertas (pabrik kertas yang pertama didirikan di Bagdad pada tahun 800). Sebagai akibatnya, perpustakaan tumbuh subur di seluruh dunia Islam. Khalifah al Makmun pada tahun 815 mendirikan perpustakaan  bernama “Baitul Hikmah” di kota Bagdad yang berisikan 1.000.000 buku. Pada tahun 891 seorang pengembara menghitung lebih dari 100 buah perpustakaan umum di Bagdad

Tidak ada komentar:

Posting Komentar