Rabu, 18 Mei 2011

Agustus 1982, 12.000 gerilyawan dan pejuang PLO dipaksa harus meninggalkan basis mereka di Beirut. Peristiwa ini merupakan dispora PLO yang kedua sesudah “September Hitam” di Yordania.
Israel yang biadab, belum puas atas keberhasilan mereka mengusir 12.000 pejuang PLO dari Beirut, karena disusul dengan pembantaian rakyat sipil, laki-laki, perempuan dan anak-anak Palestina dari kamp-kamp pengungsian Palestina di Sabra dan Shatilla di Beirut Barat, pada tanggal 14-17 September 1982.
Lebih ironi bahwa penghancuran kekuatan pejuang-pejuang Palestina bukan hanya dilakukan oleh Israel, tetapi juga justru dilakukan oleh pasukan Arab Yordania dan Syria. Jika pasukan Yordania melakukan pengusiran terhadap pejuang PLO yang terkenal dengan September Hitam, maka tentara Syria pada tanggal 22 Desember 1983 telah mengusir 4.000 pejuang-pejuang Palestina di bawah pimpinan Yasser Arafat dari kota Teripoli Libanon yang dikuasai Syria. Yasser Arafat dengan 4.000 pejuang Palestina meninggalkan Tripoli menuju Tunisia.
Watak kejam dan sadis yang dimiliki Israel tidak pernah mengendor dan puas, sehingga pada tanggal 8 Oktober 1985 mereka melakukan pemboman yang membabi-buta terhadap kamp pengungsi/markas besar PLO di Tunisia yang menewaskan 47 pejuang Palestina. (Majalah Tempo; No. 44 Th. XV; Desember 1985: 22).
Dari data dan fakta yang terungkap di muka, terbukti bahwa invasi Yahudi Zionis (Israel) ke Palestina dan negara-negara Arab lainnya dengan cara kejam dan sadis, sepenuhnya dibantu oleh negara-negara Barat Kristen, terutama Inggris, Perancis dan Amerika Serikat. Pada awal invasi Israel ke Palestina, Inggris adalah pemegang inisiatif dan memberikan bantuan apapun juga yang diperlukan oleh Israel, kalau perlu dengan cara penghianatan demi penghianatan kepada bangsa Arab. Peranan Inggris diperkuat Perancis, seperti terlihat dalam Perjanjian Sykes-Picot dan penyerbuan  Mesir tahun 1956, yang saling bantu-membantu dan membesarkan Israel, dilakukan sejak tahun 1917 sampai dengan tahun 1956.
Setelah itu peranan Inggris dan Perancis digantikan oleh Amerika Serikat. Hampir tidak ada satu tindakan Israel yang kejam dan sadis sekalipun dalam menghadapi rakyat Palestina dan Bangsa Arab yang tidak dibenarkan dan disokong oleh Amerika Serikat. Dewasa ini Amerika Serikat benar-benar menjadi tulang-punggung Israel.
Oleh karena itu Anthony Nutting berkesimpulan : “Bahwa hanya ada satu bangsa di dunia dewasa ini yang dapat membujuk Israel untuk menyelesaikan soal ini, untuk menerima syarat-syarat yang diajukan oleh negara-negara Arab dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang diperbuat terhadap rakyat Palestina. Hanya satu bangsa yang dapat melakukan hal ini dan bangsa itu adalah Amerika Serikat. Pada tahun 1956, ketika Israel telah menaklukan wilayah yang lebih kecil daripada sekarang ini (1967), sesudah peristiwa Suez, Amerika Serikat memerintahkan Israel mundur, Inggris dan Prancis menolak, mereka terpaksa: karena mereka telah terlibat dalam hal ini bersama Israel. Kata mereka : “Bangsa ini tidak mengerti, mereka telah menjadi korban ketidak adilan, tidak seharusnya mereka disuruh mundur tanpa syarat”. Tetapi Amerika Serikat berkata : “Mundur!”. Sehingga orang-orang Israel itu mundur.
Saat ini tampaknya tekanan Amerika Serikat itu tidak ada lagi, bahkan memberikan dorongan kepada keberanian bagi Israel, akibat sikap Washington yang menyokong total terhadap Israel untuk tetap menduduki daerah-daerah rampasannya. Dan sekali lagi negara-negara Arab telah memandang bahwa dunia Barat adalah pendorong Israel untuk terus meluaskan wilayahnya dengan merampas negara-negara Arab. Sekali lagi kecurigaan Arab terbukti bahwa Israel diciptakan dan masih terus dipakai sebagai suatu benteng Barat untuk menguasai bangsa-bangsa Timur.” (Anthony Nutting; tanpa tahun: 13).                                                       
1.      Perang Kolonial Kristen terhadap Islam Afghanistan
Peperangan yang dilakukan oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya terhadap Afganistan, yang dimulai 7 Oktober 2001, menurut Presiden Amerika Serikat George W. Bush adalah “Crussade” (Perang Salib), menurut Pemerintah Amerika Serikat adalah “Operation Infinitie Justice” (Operasi Keadilan yang Langgeng), dan menurut Pentagon adalah “Operation Enduring Freedom” (Operasi Mengekalkan Kemerdekaan). Walaupun ketiga istilah perang tersebut tampaknya ada perbedaan, tetapi pada hakekatnya adalah satu, yaitu “Perang Suci”; perang yang dilakukan oleh negara-negara Barat (Kristen dan Yahudi) untuk menghancurkan umat Islam (Negara Islam Afganistan), musuh bebuyutan (langgeng) sepanjang masa. Karena perang ini adalah perang suci atau perang agama, dan agama menurut istilah filsafat adalah “the problem of a ultimate concern” (persoalan yang menyangkut kepentingan mutlak), maka negara-negara Barat/Kristen spontan bangkit mengerahkan semua kekuatannya untuk memerangi umat Islam di Afganistan.
Perang Afganistan adalah “perang agama”, maka Amerika Serikat mampu menggerakkan 40 negara-negara Barat (Kristen dan Yahudi), termasuk Rusia dan India secara bersama-sama mengeroyok negara Islam Afganistan yang kecil, miskin dan terbelakang. Penyerbuan pertama Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya mampu mengerahkan 300-500 pesawat tempur pembom dan pesawat pembom strategis B-52 untuk melakukan pemboman secara massif dan luas di Afganistan. Dalam serangan pertama 7 Oktober 2001, telah menewaskan 200.000 penduduk sipil, sehingga jurubicara PBB dengan geram menyatakan “Bencana kemanusiaan yang paling dahsyat diderita oleh negara termiskin di dunia (Afganistan)”. Dalam waktu dua belas hari saja, sejak pemboman pertama Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya telah menjatuhkan tidak kurang 2000. peluru kendali dan bom.
Kebiadaban negara-negara Kristen Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya, dapat dibuktikan dengan data sebagai berikut : Pada 11 Oktober 2001, desa Kouram, 30 Km di sebelah barat Jalalabad telah dihujani 25 peluru kendali dan bom, selain desa itu rata dengan tanah dan menewaskan 200 penduduk sipil dalam keadaan menggenaskan. (Z.A. Maulani; 2002: 117-118).
Perang Afganistan belum dapat dipastikan kapan berakhir, sebab telah lima tahun perang ini digelar Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya, pasukan Barat masih terus menyerbu dan mengebom desa-desa di gunung-gunung bersalju, lembah-lembah yang curam bahkan di gua-gua dan terowongan di bawah tanah. Osamah bin Laden dan Mullah Omar belum tertangkap hidup atau mati, Al Qaedah dan pasukan Taliban belum semuanya terbunuh atau tertangkap, mereka masih bergerilya sampai musuh dan penjajah Kristen/Amerika Serikat serta sekutu-sekutunya putus asa dan akhirnya pulang ke negerinya masing-masing sebagaimana dialami Iskandar yang Agung dari Macedonia, Inggris dan Uni Sovyet.       
2.      Perang Kolonial Kristen terhadap Islam Irak
Amerika Serikat, Inggris dan Australia (Kristen) dengan dalih bahwa Irak sedang mengembangkan “Senjata Kimia Pembunuh Massal dan Melindungi Teroris Internasional”, dengan mengerakhan pasukan militer lebih dari 30.000 orang, yang dilengkapi peluru kendali, rudal, pesawat tempur canggih, ribuan tank-tank, telah menyerbu dan membombardir kota-kota dan desa-desa di seluruh Irak, pada bulan Maret 2003. Irak yang hampir 15 tahun diblokade oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, bukan saja tidak mampu mempersenjatai dirinya dengan senjata-senjata baru dan modern, bahkan senjata-senjata lama telah banyak yang menjadi besi tua, rakyat banyak yang mati kelaparan, penyakit merajalela. Akibatnya perlawanan Irak terhadap agresor yang bar-bar  hampir tak berarti. Kota-kota di Irak hancur porak-porandak, fasilitas-fasilitas umum seperti lisrik padam, air selain tercemar dengan bom-bom juga kering, ribuan warga sipil mati mengenaskan, luka-luka yang mengerikan, rumah sakit hancur, jembatan-jembatan-jembatan roboh, kilang-kilang minyak terbakar. Irak sedang kiamat ! Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Mahkamah Internasional menjadi pemantau yang tenang dalam menyaksikan kebiadaban Pasukan Kristen Amerika Serikat, Inggris dan Australia. Negara-negara dunia beradab diam seribu-bahasa; negara-negara Muslim hanya bisa berdoa. Dalam waktu kurang satu bulan pasukan agresor-barbar Amerika Serikat, Inggris dan Australia dapat menguasai Irak. Mereka mengibarkan bendera kemenangan, membusungkan dada, bangga sebagai agresor-barbar, menghancurkan negeri Muslim yang miskin tak berdaya.
Tetapi rakyat Irak dengan “ruhul jihad yang membara” di dalam dada mereka melakukan perang gerilya kota, selama tiga tahun terakhir ini, hampir setiap hari ada saja pasukan kolonial Amerika Serikat, Inggris dan Australia yang mati atau terluka oleh serangan gerilya Irak, sehingga jumlah korban pasukan agresor-barbar tersebut lebih banyak dibandingkan pada saat perang berlangsung. Apakah Amerika Serikat, Inggris dan Australia akan mengalami nasib yang sama, sebagaimana Amerika Serikat lari terbirit-birit dari Perang Vietnam pada tahun tujuh puluhan ? Sejarah yang akan menjawabnya !         
3.      Teror Yahudi dan Kristen terhadap Islam
a.       Pengertian Terorisme
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK-PBB) telah mengeluarkan Resolusi No.1373/2001 tentang “Pembekuan Aset Teroris di Bank-Bank”, dan Resolusi No 1378/2001 tentang “Memerangi Terorisme Internasional”, dengan memasukan organisasi Al Qaedah dibawah pimpinan Osama bin Laden sebagai teroris internasional; serta Resolusi No.1438/2002 tentang Jamaah Islamiyah di bawah pimpinan Abu Bakar Baasyir sebagai teroris internasional, tanpa memberikan definisi atau kriteria/batasan-batasan apapun tentang pengertian terorisme internasional. Padahal dampak dari resolusi-resolusi tersebut sangat luas, kejam dan sadis, sehingga negara-negara kuat dan kaya seperti Amerika Serikat, Inggris, Australia, Israel dan Uni Eropa (Yahudi dan Kristen) dapat menyerbu, membunuh, menghancurkan fasilitas umum, menjajah, menangkap, menyiksa dan menahan tanpa diadili umat Islam dari negeri-negeri Muslim yang lemah, kecil seperti Palestina, Adghanistan dan Irak.
Kemudian pemerintah RI, setelah bom Bali tertanggal 12 Oktober 2002, secara kita telah mengeluarkan Perppu No.1/2002 dan No.2/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pada 18 Oktober 2002, juga tanpa memberikan definisi/batasan-batasan yang kongkrit tentang pengertian terorisme tersebut. Akibatnya Perppu atau undang-undang tersebut bisa meluas dan menyempit tergantung dari pandangan politik pemerintah yang sedang berkuasa, sebagaimana pernah dialami oleh undang-undang anti subversi pada zaman Orde Baru.
Selanjutnya, mengapa resolusi-resolusi DK-PBB tentang terorisme tersebut tidak mau memberikan definisi atau kriteria secara jelas pengertian 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar