Selasa, 17 Mei 2011

Para utusan Rasulullah saw membawa sepucuk surat yang berisi mengajak masuk Islam dan menjalin perdamaian.
Salah satu surat yang dibawa oleh al Harits bin Umair al Azdi untuk disampaikan kepada Syurahbil bin Amru al Ghassani, penguasa kota Basra, sebagai wakil kerajaan Kristen Romawi Timur, mengalami nasib buruk. Al Harrist ditangkap oleh penguasa Basra dan kemudian dibunuh. Padahal menurut hukum internasional pada saat itu utusan dari suatu Negara yang datang secara resmi ke suatu Negara walau dalam situasi permusuhan tidak dibenarkan untuk dianaya atau dibunuh.
Oleh karena itu, peristiwa pembunuhan terhadap utusan Rasulullah saw tersebut tidak bisa dibenarkan. Pertama, akan mengancam keselamatan jiwa setiap utusan; kedua, berarti penghinaan terhadap pemerintah yang mengutus utusan itu.
Ketika Rasulullah saw mendapat berita tentang nasib utusannya, maka tidak ada alternative lain kecuali mengirim pasukan tentara Islam ke Basra, untuk meminta pertanggung-jawaban atas tindakan yang biadab itu. Ia mengirim 3000 tentara Islam dibawah komando Zaid bin Haritsah ke Basra. Pasukan Kristen Romawi Timur dibawah pimpinan Kaisar Heraklius sebanyak 100.000 orang telah siap bertempur menghadapi 3000 tentara Islam. Dan perlu diketahui bahwa kekuatan Kristen Romawi Timur pada saat itu adalah super power dunia, disamping kerajaan Persia Sassanid.
Pertempuran terjadi di medan Mu’tah antara pasukan Kristen Romawi Timur yang berjumlah 100.000 orang dan pasukan tentara Islam yang hanya 3000 orang, pertempuran dahsyat tak terelakan dan pasukan Kristen Romawi mampu membunuh tiga komandan tentara Islam secara berturut-turut yaitu Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi Thalib dan Abdullah bin Rawahah, sehingga Khalid bin Walid (walaupun ia baru masuk Islam) menggantikan komandan-komandan tentara Islam yang gugur sebagai syuhada. Pada malam hari tatkala pertempuran berhenti, pasukan tentara Islam ditarik kebelakang oleh Khalid bin Walid, tetapi menjelang subuh pasukannya maju ke front depan sambil berteriak “Allahu Akbar” secara serentak dan paskukan berkudanya berlarian berputar-putar sehingga debu berterbangan keudara, membuat medan pertempuran menjadi gelap dan gaduh. Pasukan Kristen mengira bahwa pasukan tentara Islam mendapat bala bantuan dari Madinah, sehingga tanpa berfikir panjang komandan pasukan Kristen Romawi memerintahkan pasukannya mundur ke kota Basra. Dan taktik Khalid bin Walid berhasil, setelah mengetahui pasukan Kristen Romawi mengundurkan diri ke Basra, maka Khalid bin Walid memerintahkan pasukan tentara Islam kembali ke Madinah. Peristiwa perang Mu’tah ini terjadi pada bulan Jumadil Awal tahun ke delapan hijriah atau tahun 929 Masehi (Abu Hasan Ali An Nadwi; 1983: 333-340).
a.       Penaklukan Mekah
Perjanjian damai “Al Hudabiyah” baru berjalan kurang dari dua tahun, yang semula direncanakan sepuluh tahun; tetapi kaum Musyrikin Mekah telah melanggar perjanjian tersebut. Hal ini dikarenakan pasukan tentara Islam kalah perang Mu’tah, sehingga kaum musyrikin Mekah menduga Negara Islam Madinah dalam keadaan lemah. Oleh karena itu qabilah-qabilah musyrikin Mekah yang berdekatan dengan perbatasan Negara Islam Madinah seperti banu Dil dan banu Bakar bin Abul Manaf dan dipimpin oleh Ikrimah bin Abu Jahal, salah seorang tokoh muda kaum musyrikin Mekah dengan tiba-tiba menyerang qabilah banu Khuzaa pada malam hari yaitu qabilah yang telah menjadi warga Negara Islam Madinah sehingga banyak yang gugur dari pihak Banu Khuzaa.
Peristiwa ini dilaporkan kepada Rasulullah saw sebagai kepala Pemerintahan Islam Madinah. Rasulullah saw berkesimpulan bahwa penyerangan tersebut adalah pelanggaran serius dari perjanjian Hudaibiyah. Karenanya, ia memerintahkan seluruh pasukan tentara Islam dan qabilah-qabilah yang tunduk kepada konstitusi Negara Islam Madinah bersiap-sipa untuk menyerang kaum musyrik Mekah. Dalam waktu singkat telah berkumpul lebih dari 10.000 pasukan tentara Islam dan Rasulullah saw sendiri yang menjadi panglima perangnya.
Keberangkatan pasukan tentara Islam ini tidak diketahui oleh kaum musyrik Mekah, kecuali sesudah tentara Islam berkemah di bukit-bukit sekitar Mekah dan pada malam hari pasukan itu secara serempak membuat api unggun, sehingga terkesan kota Mekah sedang terbakar. Dalam keadaan semacam itu pasukan kaum Musyrik Mekah tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menyerah tanpa syarat.
Umar bin Khattab memimpin 1000 pasukan berkuda berbaju besi menuju Ka’bah untuk membersihakan patung-patung sebanyak 360 buah dari sisi-sisi Ka’bah sambil mengucapkan ayat-ayat Al Quran secara bersama-sama, yang berbunyi: “ja al haqqo wa zahaqol bathil inmal bathila kana zahuqo” (telah datang kebenaran dan telah binasa kebohongan, sesungguhnya kebohongan akan sirna). Dan Bilal yang berada ditengah-tengah pasukan Umar bin Khattab berteriak “barang siapa yang berlindung di Ka’bah! akan selamat! yang meletakan senjata akan selamat! Yang menutup rumahnya akan selamat! Yang berlindung dirumah Abu Sofyan akan selamat! Setelah selesai pembersiha Ka’bah dari patung-patung kaum musyrikin Mekah, maka Rasulullah saw mengumpulkan tokoh-tokoh kaum musyrik Mekah seperti antara lain Abu Sofyan dan Abbas bin Abdul Muttalib, kemudian ia berpidato” “tiada ada tuhan melainkan Allah, hanya ia sendiri tanpa sekutu. Sesungguhnya benar segala janji-Nya, sesungguh tepat segala pertolongannya, kepada hamba-hamba-Nya; wahai orang-orang yang Quraisy! Pada hari ini Tuhan telah menghapuskan bekas-bekas kebiadabanmu dan pada hari ini tuhan telah menghapuskan bekas-bekas penyembahan nenek moyangmu. Ketahuilah bahwa manusia itu berasal dari Adam dan ia itu diciptakan dari debu! O manusia! Ketahuilah bahwa kita ini dijadikan oleh tuhan dari jenis laki-laki dan perempuan, dijadikan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya dapat kenal-mengenal dan berkerjasama antara satu dengan yang lain. Ketahuilah bahwa orang yang termulia diantaramu dalam pandangan Allah ialah orang yang paling taqwa kepada-Nya” kemudian Rasulullah saw bertanya kepada kaum musyrik Mekah: “Hai orang-orang Quraisy! Katakanlah sekarang hukuman apa yang kamu anggap pantas untuk segala aniaya dan kekejaman yang telah kamu lakukan terhadap orang-orang Islam, karena kamu itu telah diajak menyembah tuhan yang sebenarnya?”
Mereka menjawab: “Engkau orang baik, engkau saudara kami yang berhati mulia dan tinggi budi bahasa”.
Dengan sikap tenang dan suara lantang Rasulullah saw mengemukakan keputusannya: “semua kamu dibebaskan! Pergilah kemana yang kamu sukai!” (Abu bakar Atjeh; 1986: 41-45).
2.        Zaman Khalifa al Rasyidin (623-661).
a.       Zaman Khalifah Abu Bakar Siddiq (632-634).
Abu Bakar Siddiq yang dipilih dalam musyawarah golongan Anshar dan tokoh-tokoh muhajirin seperti Abu Bakar Siddiq, Umar bin Khattab dan Abu Ubaidah dib alai sidang Banu Sa’adah di Baiah di Masjidil Nabawi, setelah pemakaman jenazah Rasulullah saw, dimana didalam pidatonya, khalifah berucap sebagai berikut: “Hai manusia! Saya telah diangkat untuk mengendalikan urusan mu, padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantra mu, maka jika aku menjalankan tugasku dengan baik, ikutilah aku, tetapi jika aku berbuat salah, maka betulkanlah. Orang yang kamu pandang kuat, saya pandang lemah, hingga aku dapat mengambil hak daripadanya, sedangkan orang yang kamu pandang lemah, saya pandang kuat, hingga saya dapat mengambalikan haknya kepadanya. Hendaklah kamu taat kepadaku semala aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi bilamana aku tiada mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka kamu tak perlu mentaatiku.” (A Syablabi; 1987: 221).
Kebijakan pertama yang dilakukan oleh Khalifah Abu Bakar Siddiq adalah melepaskan pasukan tentara Islam dibawah pimpinan Osamah bin Zaid putra panglima Zaid bin Haritsah, yang gugur pada perang Mu’tah dan baru berumur 17 tahun untuk melakukan ekspedisi ke perbatasan Syria – daerah kekuasaan Kristen Romawi Timur – disini pasukan Osamah bin Zaid bertemu dengan pasukan Kristen Romawi Timur didaerah Baqa dan kota Abil, dimana kemenangan diraih oleh tentara Islam. Karena tugas pasukan Osamah bin Zaid ini hanya ekspedisi perbatasan, maka setelah kemenangan diperoleh dan perbatasan aman dari pasukan Kristen Romawi Timur, mereka pulang ke Madinah. (Rusan; 1983: 26-29).
Kebijakan kedua:
-           Memerangi para pembangkang zakat
Peran militer terhadap para pembangkang zakat dipimpin langsung oleh Khalifah, sedangkan pimpinan kota Madinah diserahkan kepada Osamah bin Zaid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar