Selasa, 17 Mei 2011

India Timur yang sangat diinginkan itu selanjutnya, tetapi tak dapat disangkal bahwa yang mendorong mereka ialah "hasrat untuk memasehikan (mengkristenkan) daerah-daerah" yangditemukan dan ditaklukkannya itu. Tiada percuma pada layar-layar kapal mereka tertera "tanda salib". Mereka hendak menanamkan salib di tengah-tengah bangsa kafir, bahwa dapat juga dikatakan bahwa merupakan semacam "Perang Salib" apa yang me­reka lakukan. Sebelumnya itu bangsa-bangsa Eropa telah mencoba menyerang tanah suci untuk merebutnya kembali dari tangan Islam Tetapi tidak berhasil. Sebaliknya Islam telah menaklukkan sisa-sisa wilayah Kristen di Asia Kecil; Konstantinopel jatuh ke tangan Islam dan orang-orang Turki mengibarkan bendera mereka sampai ke dekat kota Wina, suatu hal yang merupakan ancaman bagi "tanah Kristen". Perang Salib yang penghabisan tidak mengikuti lagi jalan jalan yang semula. Sekarang "musuh Islam"ini diserang dari belakang; maksudnya untuk memotongnya dari sumber penghidupannya, dan untuk mencegah meluasnya di antara bangsa-bangsa kafir. Mereka memanglah pejuang­-pejuang Perang Salib, para ksatria dari perkumpulan Kristus yang telah memimpin ekspedisi-ekspedisi ini. Yang sudah menunjukkan jalan pada mereka sebagai contoh ialah Hendrik Pelaut, lagi pula yang tadinya mengepalai perkumpulan ksatria yang bersifat rohani ini, sama seperti pada "ksatria Tempel" dan ksatria Salib. Raja Portugis sendiri yang menjadi kepala mereka. Kekuasaan dan juga uangnya merupakan tulang-punggungdari segala pekerjaan pertobatan, yang akan dilakukan mereka di Asia. Penyebaran Injil sudah menjadi tujuan yang utama, bukannya sebagai pekerjaan sambil lalu saja, sebagai halnya dengan usaha-usaha bangsa Belanda dan Inggris kemudiannya. Biarpun menang besar, apa yang perlu dikatakan oleh seorang raja muda dari Goa: "orang Portugis telah memasuki India dengan pedang di tangan kanan dan salib di tangan kiri. Akan tetapi ketika mereka menemui terlampau banyak emas, maka salib itupun dilepaskan supaya tangan mereka dapat mengisi saku-saku mereka". Ucapan ini menjelaskan bahwa memanglah pada mulanya yang betul-betul memainkan peranan ialah tujuan perang salib, akan tetapi tujuan-tujuan ekonomi serta politik makin lama makin mendesak tujuan ini. (Th. Muller Kruger; 1959: 18-19)
Sejalan denganpendapat Th. M. Kruger ini, juga dikemukakan oleh Livingstone dengan ungkapannya: "Tujuan dan akhir dari penaklukkan geographis adalah permulaan perusahaan missi Kristen". (O. Hashem; 1968: 15).
Bahkan untuk mengokokohkan pendapat ini, Martin Hartman dengan mensitir tulisan Zwemer dalam 'The inoccupied mission fields of Asia and Africa", ia memperingatkan para kolonialis sebagai berikut: “Orang tak boleh mengharapkan hasil program palsu dan berbahaya, yaitu mula-mula, beri peradaban Barat kemudian baru agama Kristen. Peradaban Barat tanpa "penginjilan" akan lebih memberi penyakit dunia bahkan daripada sebelumnya diberikan peradaban Barat itu. Peradaban Barat dan agama Kristen haruslah bersama-lama ditanam­kan kepada rakyat dan oleh karena itu tidak ada kata-kata mana yang dahulu dan mana yang terakhir. (O. Hashem; 1968: 19).
Selanjutnya "Tri Tunggal Tugas Suci": imperialisme, kolonialisme dan Kristenisasi, pertama-tama ditujukan terhadap daerah-daerah Islam. Sebab umat Islam dianggap musuh bebuyutan yang paling tegar dan berbahaya, dan karenanya harus dimusnahkan. Pandangan semacam ini terlihat dengan jelas dalam ucapan Robert E. Speer yang berbunyi: "Pilihan untuk dunia Islam bukanlah Muhammad dan Kristus. Bukan Muhammad atau Kristus, tapi hanya Kristus. Kristus atau hancur dan mati. Islam, penyerahan diri kepada Tuhan, yang sebenarnya adalah menyerah kepada Kristus. Baru boleh hidup dan merdeka".
Oleh karena itu untuk menjungkir-balikan Islam di daerah-daerah jajahan, harus dilakukan dengan sungguh-sungguh oleh para penguasa kolonial Kristen. Mirbt dalam bukunya "Dan Zusanmenarbeien von Mission and Kolonialregierung" menulis antara lain sebagai berikut: "Penjungkiran bahaya Islam secara pasti tidak sukar dicapai bila kita lawan dengan organisasi yang baik, perbuatan yang penuh energi serta mendapat perlindungan yang menggembirakan hati dari kekuatan kolanial. Karena nilai-nilai ekonomi dan rohani yang dibawa oleh missi Kristen ke bumi kafir adalah begitu hebat, sehingga Islam sendiri dengan usahanya yang kuat tak dapat menandinginya. Islam adalah miskin ekonomi dan miskin rohani. (O. Hashem; 1968: 23-27)
Sikap benci dan permusuhan terhadap Islam tidak pernah berhenti dan padam dari dada umat Kristen sampai sekarang ini, seperti ter­ungkap antara lain dalam sebuah buku "Do'a garuan" bagi umat Kristen-Katholik Indonesia terbitan keuskupan Agung Semarang, tanggal 1 Januan 1954, dalam halaman 195-196, dengan judul "Sem­bahyang nyuhun mertobati bangsa Islam" (Do'a bagi bertobatnya kaumf muslimin), berbunyi: "Ya, Tuhan Yesus Kristus, Tuhan kami, Allah yang sejati, manusia yang seiati, penebus seluruh umat, dengan segala kerendahan hati kami mohon kepada Mu, selaras dengan kemurahan bunda Maria yang suci tanpa noda, semoga kiranya Tuhan berkenan melimpahkan balas kasihan kepada segenap bangsa, yang sudah sekian lama "meringkuk di bawah tindasan agama Islam". (Sudibyo Markus; 1978: 15).
Dengan demikian sikap konfrontatif umat Kristen terhadap kaum muslimin tidak pernah mengendor. Hal ini terlihat dengan gamblang, seperti apa yang dikemukakan oleh Dr. W.B. Dijabat, tokoh Kristen-Protestan Indonesia, dengan ucapannya: "Seluruhnya ini menujukkan bahwa pertemuan Injil dengan Islam dalam bidang cakup yang lebih luas sudah dimulai. Saya bilang "dimulai", bukan dengan melupakan Pekabaran Injil kepada umat Islam sejak abad ke-VII melainkan karena kalau kita perhatikan dengan seksama, konfrontasi injil dan agama-agarna di dunia ini dalam bidang cakup yang lebih luas, dan dalam hal ini adalah Islam, barulah dimulai dewasa ini secara men­dalam. Dan bagi orang-orang yang berkeyakinan kuasa Allah Bapak, Yesus Kristus dan Roh Kudus, setiap konfrontasi seperti ini akan se­lalu dipandangnya sebagai undangan untuk turut mengerahkan jiwa dan raga merenungi memenuhi tugas kemuliaan Allah. W. B Sijabat; 1967: 134).
Selanjutnya, mengenai data kolonialisasi dan Kristenisasi terhadap duuia Islam, yang dilakukan oleh penguasa Kristen-Eropa dapat kita salinkan sebagai berikut:
-         Spanyol menyerbu dan menjajah Pilipina Selatan pada tahun 1565; - Belanda menyerbu dan menjajah Indonesia pada tahun 1592. – Inggris menyerbu dan menjajah:
=        Siraj ad-Daulah India pada tahun 1757;
=        Malaysia pada tahun 1811;
=        Iran pada tahun 1838;
=        Aden pada tahun 1839;
=        Arabia Selatan dan Timur pada tahun 1840;
=        Mesir pada tahun 1882;
=        Sudan pada tahun 1898;
=        Irak dan Palestina pada tahun 1918;
-         Perancis menyerbu dan menjajah:
=        Al-Jazair pada tahun 1830;
=        Libanon pada tahun 1860;
=        Tunisia pada tahun 1881;
=        Maroko pada tahun 1912;
=        Syria pada tahun 1918.
-         Italia menyerbu dan menjajah Libya pada tahun 1911.
Kekejaman penguasa-penguasa Kristen Eropa dalam menjajah dunia Islam, bisa diambil beberapa contoh, seperti antara lain:
*        Pemerintah Kolonial Belanda di Indonesia: Menurut Kielstra, seorang penulis bangsa Belanda menceritakan: "Monopoli dagang itu harus diperjuangkan oleh orang-orang kita dan apabila sudah didapat, maka dengan tidak berpikir panjang dipergunakan setiap Cara untuk mem­pertahankannya. Kepentingan-kepentingan penduduk sama sekali tidak diperdulikan oleh penguasa-penguasa kita; "kaum Islam" dan kaum heiden dalam mata orang Kristen kurang harganya. Menurut paham-paham zaman itu, mereka yang gemar dengan istilah-istilah Injil, menganggap "umat Islam" sebagai "keturunan yang palsu dan sesat", yang apabila berani melawan Kompeni (Belanda), jika perlu dibinasakan". Colenbrander mengatakan sebagai berikut: "Coen (Jan Pieters Zoon Coen - Gubemur Jenderal) di dalam seluruh perkara ini yang menodai namanya, telah bertindak dengan kekejaman yang kelewat batas bahkan dalam pandangan hamba-hamba Kompeni sendiri sampai-sampai penguasa Kompeni sendiri sama terkejut membaca cerita-cerita hukuman mati yang diceritakan dengan tenang oleh Coen di dalam surat-suratnya. (Soekarno; 1978: 25)
Penguasa Spanyol, yang kemudian dilanjutkan oleh Amerika Serikat pada tahun 1898, dan terus diwarisi oleh Penguasa Kristen-Na­sional, khususnya di bawah Ferdinand Marcos pada tahun 1946. Penguasa-penguasa Kristen (Spanyol, Amerika Serikat dan Marcos) telah mengambil dengan paksa tanah-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar