Rabu, 18 Mei 2011

Apabila dipelajari kitab Injil tentang doktrin Trinitas, hanya ada satu ayat yang hampir mirip dengan doktrin tersebut, yaitu terdapat dalam kitab Injil Yohannes, 5:7, yang berbunyi: “sebab ada tiga yang memberi kesaksian di dalam surga: Bapak, Firman dan Roh Kudus: dan ketiganya adalah satu”. Apakah doktrin Trinitas didalam agama Kristen tersebut bersumber dari kitab Injil Yohannes atau tidak, kurang jelas masalahnya. Tetapi bukti sejarah bahwa doktrin Trinitas telah ditetapkan dalam satu pertemuan para uskup yang disebut Konsili Ekumena di Nicea pada tahun 325. pada saat itu Kaisar Konstantin dari Roma (306-337), telah mengumpulkan 2048 orang uskup di kota Nicea, untuk melakukan kongres. Diantara banyak uskup yang diundang, hanya 318 orang yang diperbolehkan mengikuti sidang oleh Kaisar. Sisanya sebanyak 1730 orang uskup tetap tidak diperkenankan mengikuti sidang, karena mereka berbeda pandangan dengan Kaisar. Sanibus, uskup dari Heraklea, mengomentari para peserta tersebut sebagai berikut: “kecuali Kaisar Konstantin sendiri dan Eusebius Pampilius, mereka adalah mahluk-mahluk sederhana yang buta huruf, yang tak mengetahui apa-apa”.
Selain itu tatkala konsili Ekumena Nicea digelar didunia Kristen telah beredar banyak kitab Injil atau tulisan mengenai Yesus Kristus atau rasul-rasulnya. Diperkirakan sekitar 50 buah kitab atau buku-buku tentang masalah agama Kristen. Dalam sidang konsili tersebut, Arius, uskup dari Aleksandria, menyatakan pendapatnya yang berbeda dari pendapat kaum Kristen Neoplatonis dari Aleksandria sendiri seperti Anthanasius, yang menyatakan bahwa Yesus Kristus adalah Putera Tuhan, yang zatnya sama dengan Tuhan. Dalam Encyclopedia Americana, pendapat Arius tersebut ditulis sebagai berikut: “Yesus Kristus telah ada lebih dahulu, wujud yang tidak abadi, berbeda dengan Bapak (heterosious = lain jenis). Bahkan diciptakan oleh Bapak dari tidak ada menjadi ada”. Tetapi uskup Athanasius dan Kaisar Konstanti yang disokong oleh para uskup dari Barat merumuskan tentang “Syahadat/Creed/Creedo (Pengakuan Iman Rasuli) sebagai berikut: “kami percaya kepada Tuhan Bapak, Bapak Maha Kuasa, pencipta segala sesuatu, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan; dan kepada satu Tuhan (Lord) Yesus Kristus, anak tunggal Tuhan yang dilahirkan dari Bapak (yaitu dari satu zat dari Bapak) sebelum seluruh alam, Tuhan dari Tuhan, Cahaya dari cahaya, Tuhan dari Tuhan yang sesungguhnya, dilahirkan (dari Tuhan) dan bukan diciptakan (oleh Tuhan), adalah satu zat dengan Bapak”. Rumusan tersebut diterima oleh sidang Konsili. Arius dan teman-temannya yang menolak mentanda-tangani pengakuaqn iman rasuli tersebut ditangkap oleh Kaisar Konstantin dan dibuang ke Elyria. Untuk mengukuhkan keputusan ini, Kaisar memerintahkan para uskup yang turut memutuskan credo/syahadat tersebut agar menganggap dan meyakini bahwa keputusan konsili Ekumena Nicea ini sebagai ilham dari Roh Kudus.
Selanjutnya, suatu hal yang merupakan penyokong doktrin Trinitas yang aneh ini adalah kata “Logos”; bahasa Yunani yang berarti “kalam atau firman”, sebagaimana termuat dalam kitab Injil Yohannes, 1: 1-3, yang berbunyi: “pada mulanya adalah logos (kalam/firman); logos itu bersama-sama dengan Tuhan dan logos itu adalah Tuhan. Segala sesuatu diajarkan oleh Dia; tidak ada satupun yang telah jadi dari segala yang dijadikan”. Dan pada Yohannes, 1: 14: “logos (kalam/firman) itu telah menjelma menjadi manusia dan berdiam bersama kita”. Padahal logos dalam bahasa Yunani berarti “kata” atau perkataan, yang telah dikenal sejak zaman Hindu atau Mesir Kuno. Dalam pengertian bahasa Yunani, logos merupakan kegiatan untuk mengadakan hubungan dengan Tuhan. Dan kemudian, Philo Yudaeus, seorang Yahudi dari Alekzandria memperkembangkannya menjadi sebagai suatu “perantara” tuhan dalam melahirkan maksudnya, pada ukuran tertentu kepada manusia biasa dan dalam ukuran yang lebih besar kepada “roh-roh manusia terpilih”. Dalam ke-empat Injil yaitu: Markus, Lukas, Mathius dan Yohannes, logos yang oleh Philo Yudaeus dimaksudkan sebagai sesuatu yang tak berwujud, telah dikembangkan menjadi manusia.
Sehungungan dengan itu, A. Pierson dalam bukunya “Geschilidemis van het Roomsch Katholicisme”, halaman 256-257, menulis sebagai berikut: “bahwa logos (kalam, firman) anak sulung dari Bapak, yang dilahirkan dari seorang perwan, guru kita Yesus Kristus dipakukan pada salib, mati; bangkit dan naik ke langit; tidak berbeda sedikitpun dengan anak Yupiter sebagai yang diceritakan. Semuanya mempunyai analog dengan dunia kafir. Marcurius adalah logos, yang menerangkan itu, guru dari segala seni; Esculapius adalah yang terlihat naik ke langit”.
Kemudian sifat kebapakan dari Tuhan, yang mewataki Tuhan sebagai pencipta, yang dikemukakan dalam doktrin Trinitas, berasal dari agama Hindu, yang mengoknumkan Tuhan menjadi tiga, dimana oknum pertama adalah Brahma sebagai pencipta, causa prima atau Zupitri atau Tuhan Bapak, yang dalam mitos Yunani disebut Jupiter (pencipta dan pemberi hukum), atau Zeus Peter dari kepercayaan Romawi.
Plato, filosofis Yunani (428-389 SM) menulis dalam bukunya “Trinaeces”, menerangkan bahwa dunia diciptakan menurut cara kebapakan, sesuai dengan sifat bapak yang berkerja dan memberi hukum dalam rumah tangga.
Oleh karean itu G.J.P.J Bolland dalam bukunya “De Theosophie”, halaman 12-13, menyatakan “:Philo Yudaeus (Yahudi dari Aleksandria) menyamakan pencipta dunia, Bapak dari Plato dengan Tuhan dan Pengeran menurut paham Yahudi, dan berbuat demikian wujud yang paling samar disebut atau dinamakan Bapak. Kemudian Pengeran (Putera Tuhan) menjadi sama idea zaman Kristen Roma”. (O.Hashem; 1983: 55-56).
Selain itu kesulitan yang tidak dapat dipecahkan oleh akal-budi manusia bahwa Yesus Kristus adalah manusia, yang benar-benar manusia dengan sifat-sifatnya, pada saat yang bersamaan juga adalah Putera Tuhan, yang zatnya, sifatnya dan perbuatannya adalah sama dengan Tuhan (Tuhan Bapak). Dalam kitab Injil Markus, 10: 17: “Yesus sebagai manusia”; kitab Injil Mathius, 21: 18: “Yesus merasa lapar”; Kitab Injil Lukas, 22: 44: “Yesus sangat takut”; kitab Injil Yohannes, 11: 35: “Yesus menangis”; kitab Mathius, 26: 38: “Yesus bersusah hati, 27: 46: “Yesus memohon pertolongan Tuhan”.
Disamping doktrin yang menjadi dasar keimanan kaum Kristen, ada pulak doktrin “penebusan dosa”, yang dijadikan pedoman untuk membebaskan dosa-dosa kaum Kristen tanpa syarat apapun. Doktrin penebus dosa berasal dari Paulus, seorang Yahudi dengan nama Saulus, yang mengaku murid Yesus Kristus, tetapi tidak pernah bertemu dengan Yesus; dan Paulus (Saulus) adalah pendiri kedua ajaran Kristen, setelah Yesus Kristus, sehingga setengah dari kitab-kitab injil (Perjanjian Baru) adalah surat-surat Paulus. Dalam surat Paulus II Korintus, 5: 10, menyatakan: “Yesus adalah sebagai penebus dosa, yang menanggung dosa seluruh umat manusia”. Mengenai cara penebusan dosa, Paulus selanjutnya menyatakan bahwa dengan bersatu pada Tuhan Yesus, manusia memperoleh kebebasan; lihat Roma, 8; 9; 14-17. dan dalam Encyclopedia Britanica, jilid XVII, Halaman 393, antara lain menulis: “dengan menjadi satu dengan Tuhan (Yesus Kristus), orang yang percaya pada hakekatnya telah bebas (selamat), karena telah memiliki jiwa keanakan Yesus”. (O. Hashem; 1983: 42-43).
Pengertian tentang penebusan dosa yang dapat menyelamatkan orang-orang Kristen didunia dan di akhirat kelak, dijelaskan oleh Dr. Bakker sebagai berikut: “semuakah manusia akan memperoleh selamat oleh Yesus Kristus (Pengantara) itu, sebagaimana mereka itu sudah binasa semuanya karena Adama? Tidak semuanya; hanya mereka yang percaya akan pengantara itu dengan iman yang benar, sebagaimana termaktub dalam injil Yohannes, 3: 16, yang demikian bunyinya: “karena demikianlah Tuhan Bapak, mengakhiri dunia ini, sehingga dikaruniakannya anaknya yang tunggal itu, supaya barangsiapa yang percaya akan dia jangan binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal”. (Bakker, tanpa tahun: 44).
Dengan penjelasan di muka, maka dapat disimpulkan bahwa doktrin “penebusan dosa” tanpa syarat apapun, cukuplah apabila seseorang telah menyatakan “percaya kepada Yesus Kristus, Putera Tuhan”; artinya cukup kalau seseorang telah menjadi pemeluk agama Kristen.
Oleh karena itu, apabila Kristen Eropa, Australia dan Amerika Serikat telah membunuh dengn sadis jutaan umat Islam di Palestina, Afghanistan dan Irak pada awal abad XXI, mereka terbebas dari dosa pembantaian tersebut, karena dosa-dosa mereka semuanya telah ditebus oleh Yesus Kristus, Putera Tuhan yang tunggal itu.
Selain itu, dari mulai sejarah kitab Injil (Perjanjian Baru) yang beraneka Ragam dan didominasi oleh pikiran-pikiran murid-murid Yesus Kristus yang bodoh-bodoh, doktrin Trinitas yang tidak berasal berasal/bersumber dari kitab Injil (Perjanjian Baru), tetapi diputuskan berdasarkan pertemuan Konsili Ekumena di Nicea sampai ajaran “penebusan dosa” tanpa syarat, yang mengangkat kaum Kristen tak berdosa, walau membantai jutaan umat Islam, maka wajarlah apabila terjadi protes-protes dari pemeluk Kristen sendiri, sehingga menimbulkan pecahan dengan ratusan sekte-sekte, dimana satu dengan lainnya saling mengkafirkan.
Secara historis, jemaat gereja Kristen pertama didirikan di Roma (Italia),  kota yang pernah dikunjungi oleh Paulus (pencetus doktrin “penebusan dosa”), Petrus (pemimpin para rasul / murid Yesus Kristus), sehingga gereja Roma dijadikan pemimpin pusat gereja Kristen Khatolik se-dunia. Sepeninggal Petrus, pimpinan gereja Kristen-Khatolik oleh Paus secara bergantian. Tetapi kepemimpinan gereja khatolik –Roma tidak langgeng, karena pada abad V gereja Khatolik-Armenia, gereja Khatolik-Syria, gereja Khatolik Koptik Mesir dan gereja Khatolik-Abessina menyatakan memisahkan diri dari gereja Khatolik-Roma. Bahkan pada tahun 1054, gereja Khatolik-Orthodoks Timur (Aleksandria) dan gereja Khatolik-Orthodoks Barat (Konstantinopel) memisahkan diri dari gereja Khatolik-Roma. ( Sudibyo Markus; 1978: lampiran 1 ).
Kemudian protes-protes dan perpecahan kaum Kristen sangat marak pada abad XIV hingga abad XVI. Tokoh pertama yang malakukan protes secara terbuka dan keras adalah John Wycli (1320-1384); ia seorang pendeta dan guru besar dari Universitas Oxford Inggris. Ia manyatakan bahwa Paus bukanlah wakil Tuhan di Bumi dan Paus malah anti Tuhan. Walau Paus menghukum John Wyclif, tetapi karena ia mendapat dukungan dari para intelektual kampus dan para politisi, maka ajaran John Wyclif terus berkembang.
Selanjutnya Martin Luther (1483-1546), seorang pendeta dan guru besar theologi di Universitas Wittenberg, pada tahun  1517 menyatakan keluar dari gereja Khatolik Roma. Pada tahun 1520 Paus ke X mengucilkan Martin Luther dan Kaisar Roma yang suci, Charles X, mewnghukumnya sebagai murtad. Tetapi karena pengikut-pengikutr Martin Luther banyak, bahkan keluarga Raja, 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar