Selasa, 17 Mei 2011

“pembantaian besar-besaran terhadap penduduk Arab”, agar tercipta satu keadaan panik penduduk Arab yang meluas dan dengan demikian exodus dari seluruh penduduk Arab. Sehingga akhirnya menjelang bulan Mei 1948, tatkala Inggris dengan resmi melepaskan tanggung-Jawabnya atas Palestina lebih dari 300.000 orang Arab telah terusir dari kampung-kampung halamannya dan ladang-ladang mereka. Mereka inilah kelompok pertama dari kemanusiaan yang menderita, akibat dari deklarasi Balfour, tidak memiliki tempat tinggal serta tanpa harapan, yang dikenal dewasa ini sebagai pengungsi-pengungsi  Palestina. Propaganda Yahudi zionis mencoba meyakinkan dunia bahwa pengungsi-pengungsi Palestina itu adalah akibat dari penyerbuan tehadap Israel di tahun 1948, dan bahwa mereka diperintahkan meninggalkan kampung halaman mereka oleh pemimpin-pemimpin Arab sendiri, yang menjanjikan bahwa mereka akan diikembalikan lagi ke tempat asal mereka, setelah orang Arab berhasil memusnahkan Negara Israel. Kenyataan sebenarnya ialah sebaliknya. Sebelum orang-orang Arab menyerang Israel pada bulan Mei 1948, pengungsi-pengungsi Arab telah berjumlah lebih dari 300.000 orang, yang dipaksa dengan kekerasan untuk meninggalkan kampung halaman mereka oleh kaum Yahudi Zionis. Jadi lebih logis apabila dikatakan bahwa diusirnya orang-orang Arab dari kampung halaman mereka mengakibatkan timbulnya serangan Arab kepada Israel. (Anthony Nutting ; tanpa tahun : 6 – 7).
Sebab keputusan liga Arab untuk mengirimkan tentara Arab ke Palestina sehingga terjadi pertempuran antara tentara Arab versus tentara Yahudi Zionis, pada tanggal 15 Mei 1948 adalah justru untuk menolong rakyat Palestina dari kekejaman tentara Yahudi. Dalam pertempuran ini tentara Arab memperoleh kemenangan yang gemilang sehingga hampir memasuki kota Tel-aviv. Posisi Israel dapat tertolong karena adanya gencatan senjata pada tanggal 11 Juni 1948. gencatan senjata ini tidak berumur lama, karena Israel melakukan serangan-serangan kembali terhadap posisi tentara Arab pada tanggal 9 Juli 1948. dalam pertempuran ini tentara Arab mengalami kekalahan dengan jatuhnya kota Lyda dan Ramlah ke tangan Israel. Kekalahan tentara Arab disebabkan tidak terdapatnya kesatuan strategi dan taktik di kalangan mereka. Pertempuran berakhir dengan adanya gencatan senjata pada tanggal 18 Juli 1948.
Kemudian, setelah Israel merasa dirinya kuat, sebagaimana terbukti dalam pertemputan pada tanggal 9 Juli 1948 maka untuk ketiga kalinya Israel melanggar gencatan senjata dengan menyerbu tentara Mesir disebelah selatan Palestina pada tanggal 14 Oktober 1948. Pertempuran yang dimenangkan oleh Israel berakhir pada tanggal 7 Januari 1949, disaat Mesir bersedia berunding dengan Israel di Rhodesia. Sejak Mesir berdamai dengan Israel diikuti oleh Negara Arab lainnya.
Nasionalisasi terusan Suez oleh Mesir menimbulkan kemarahan di pihak Inggris dan Perancis yang mempunyai saham dalam perusahaan terusan itu. Dalam kondisi seperti ini Israel memprakarsai terbentuknya tentara gabungan antara Israel, Inggris, dan Perancis untuk menyerang Mesir.maka pada tanggal 29 Oktober 1956 tentara gabungan Israel, Inggris dan Perancis menyerang Mesir dan berhasil menguasai kota Port Said. Tetapi karena ancaman dari Rusia untuk turun tangan membantu Mesir, akhirnya pasukan aggressor Israel, Inggris, Prancis harus angkat kaki dari Port Said pada tanggal 23 Desember 1956.
Setelah tentara penyangga Internasional (UNEP) ditarik dari Gazza dan Selat Tiran ditutup oleh Mesir, Yordania dan Syria pada tanggal 5 Juni 1967. dalam pertempuran 6 hari ini, pasukan Israel telah menduduki Sinai dan Gazza dari Mesir, pantai barat Yordania; daerah Qunetra dari Syria dan seluruh kota Yerusalem. Daerah-daerah yang diduduki Israel itu terletak 120 km jaraknya dari Kairo dan 50 km jaraknya dari Amman (Yordania) dan 50 km jaraknya dari Damaskus (Syria), dan tidak kurang dari 1.300.000 orang Arab yang berada/berdiam di daerah pendudukan ini. (M. Fuad Fachruddin ; tanpa tahun : 21 – 24).
Pengkhianatan atas gencatan senjata dan agresi Israel yang tidak henti-hentinya dalam merebut daerah-daerah Arab seperti Palestina, Mesir, Syria dan Yordania adalah sepenuhnya dibantu oleh Amerika Serikat baik dalam bentuk uang maupun persenjataan modern. Selama periode dua puluh tahun yaitu dari  1948 – 1968, jadi sejak Israel (Yahudi Zionis) melakukan pembantaian terhadap umat Islam di Paestina dan merampas terhadap daerah-daerah kaum Muslimin, Amerika serikat telah memberikan bantuan dana perang sebesar $.11.000.000.000.000 sebelas triliun dolar Amerika Serikat) dari pemerintah dan $.25.000.000.000.000 (dua puluh lima triliun dolar Amerika serikat) dari perorangan; dari seluruhnya berjumlah $.36.000.000.000.000 (tiga puluh enam triliun dolar Amerika Serikat). Dengan demikian bantuan perang dari Amerika Serikat untuk Israel $ 1.400 perkapita per tahun, dengan jumlah penduduk Israel sebanyak 2 ½ juta orang. Jumlah ini melebihi dari jumlah pendapatan perkapita Israel sendiri; melebihi secara luar biasa jika dibandingkan dengan jumlah bantuan Amerika Serikat terhadap Negara-negara lainnya, yang seluruhnya bernilai $.35 perkapita, untuk tiga belas negara tetangganya.
Selain itu, bantuan perang buat Israel bukan hanya dalam bentuk dana, tetapi dalam bentuk  persenjataan modern mutakhir dari mulai pesawat tempur jenis Phantom, peluru dengan sistem elektronik yang memiliki kemampuan besar dalam serangan untuk menghancurkan Negara Arab; Demikian fakta yang kita dapatkan dari media masa “The Times”, London yang terbit tanggal 5 Februari 1971. (Ali Akbar ; 1986 :206 – 207).
Kemenangan Israel dalam penindasan yang dilakukannya terhadap orang Islam sampai di luar batas kemanusiaan tidak menyebabkan rakyat Palestina berdiam diri dan menyerah, tetapi mereka terus melakukan perlawanan secara gerilya. Pada tanggal 21 Maret 1986 pasukan gerilya Palestina yaitu “Al Fatah” melakukan serangan terhadap markas tentara Israel di Kamareh Yordania, yang berhasil dengan sukses besar. Peristiwa ini, yang dikenal dengan nama “Perang Karameh”, mengangkat nama kelompok gerilyawan bersenjata Palestina di mata dunia Internasional. Semenjak itu peran gerilyawan Palestina senantiasa menjadi perhitungan di arena politik Timur -  Tengah. Apalagi setelah Al Fatah pada tahun 1969 bergabung ke dalam PLO, dimana Yasser Arafat diangkat menjadi ketuanya, tetapi penampilan gerilyawan Palestina yang menggembirakan itu, disusul dengan peristiwa “September Hitam” yang menyedihkan. Pada bulan September 1970 terjadilah pertempuran antara gerilyawan Palestina dengan tentara Yordania, sehingga banyak korban yang jatuh terutama di pihak gerilyawan. Akibat lanjutan dari peristiwa ini, maka pada bulan April 1971 gerilyawan Palestina diusir dari Amman, ibukota Yordania. Peristiwa ini sangat memilukan hati, sebab para gerilyawan Palestina yang telah tidak mempunyai kampung halaman lagi, harus diusir oleh kawan sendiri, yang selama ini telah seiring-selangkah dalam menghadapi Israel.
Pada tanggal 6 juni 1962 Israel melakukan invasi ke Libanon dan berhasil mengepung kota Beirut. Di bawah tekanan dan ancaman tentara Israel, pada tanggal 21 Agustus 1982, 12.000 gerilyawan dan pejuang PLO di paksa untuk meninggalkan basis mereka di Bairut. Peristiwa ini merupakan dispora PLO yang kedua sesudah ”September Hitam” di Yordania.
Israel yang biadab, belum puas setelah mereka mengusir 12.000 pejuang PLO dari Beirut, karena disusul dengan pembantaian rakyat sipil, laki-laki, perempuan dan anak-anak Palestina dari kamp-kamp pengungsian Palestina di Sabra dan Shatillah di Beirut Barat, pada tanggal 14-17 September 1982 setelah itu peranan Inggris dan Perancis diganti oleh Amerika Serikat. Hampir tidak ada satu tindakan Israel yang kejam dan sadis sekalipun dalam menghadapi rakyat Palestina dan bangsa Arab yang tidak dibenarkan dan disokong oleh Amerika Serikat. Dewasa ini Amerika Serikat benar-benar menjadi tulang punggung Israel.
Oleh karena itu Anthony Nutting  berkesimpulan : “Bahwa hanya ada satu bangsa di dunia dewasa ini yang dapat membujuk Israel untuk menyelesaikan soal ini, untuk menerima syarat-syarat yang diajukan oleh Negara Arab dan memperbaiki kesalahan-kesalahan yang diperbuat terhadap banyak rakyat Palestina. Hanya satu bangsa yang dapat melakukan hal ini dan bangsa itu adalah Amerika Serikat. Pada tahun 1956, ketika Israel telah menaklukan wilayah yang lebih kecil dari sekarang ini (1967) sesudah peristiwa suez, Amerika Serikat meminta Israel mundur, Inggris dan Perancis menolak,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar