Selasa, 17 Mei 2011

rantai besi supaya tidak bisa melarikan diri, diiringi dengan nyanyian dan doa para paderi sambil mendukung salib tetapi dapat dikalahkan oleh tentara Islam. Mereka melarikan diri dengan meninggalkan banyak mayat dan tawanan yang jatuh ke tangan tentara Islam.
Kekalahan tentara Kristen Romawi Timur di medan pertempuran Yarmuk, berarti awal keruntuhan total dari kekuasaan adidaya Kristen Romawi di Barat, sebab pertempuran didaerah Syria, Palestina, Yordania dan Mesir dapat dimenangkan oleh tentara Islam dengan mudah. (A. Syalabi; 1987: 252-255).
Negara Islam Madinah, selama dipimpin Khalifah Umar bin Khattab luasnya 2.251.030 mil persegi, yang membentang dari Mekah sejauh 1.036 mil keutara, 1.087 mil ke timur dan 483 mil ke selatan. Disebelah barat hanya sampai ke Jeddah. Wilayah yang sangat luas ini meliputi negeri-negeri Syria, Mesir, Khuzistan, Irak, Armenis, Azerbaijan, Fars, Kirman, Khurasan, Makron termasuk daerah-daerah Balukistan (Syibli Nu’man, 1981: 253-254)

1.        Kesimpulan
Dari fakta sejaran perang zaman Rasulullah saw dan zaman Khalifah al Rasyidin khususnya zaman khalifah Abu Bakar Siddiq dan Umar bin Khattab dapat disimpulkan sebagai berikut:
a.       Norma-norma hukum perang, baik eksternal maupun internal, yang tertuang dalam Al Quran dan Al Hadist yang secara esensial dikemukakan dimuka, secara principal telah diterapkan dalam perang tersebut.
b.       Eksternal :
Dalam menghadapi negeri-negeri / qabilah-qabilah yang tidak masuk Negara Islam Madinah, baik kaum musyrikin Mekah, kaum Kristen Romawi Timur maupun negeri Persia berlaku prinsip “hidup berdampingan secara damai”.
Dari ekspedisi perbatasan yang dipimpin Rasulullah saw dan para sahabatnya, serta utusannya ke negeri-negeri sekitarnya adalah missinya: “masuk Islam atau perdamaian”.
Perang Badar, perang Uhud yang dilakukan oleh kamum Musyrik Mekah, perang Mu’tah, perang Damaskus, perang Yarmuk yang dilakukan oleh kaum Kristen Romawi Timur, perang Kazimah, perang Namarak, perang Buwaib yang dilakukan oleh kaum Majusi Persia, semuanya musuh-musuh Islam yang memulai peperangan.
Jadi prinsip difensif perang dalam Islam tetapi dipertahankan; tetapi apabila musuh memulai menyerang, maka berlaku prinsip balas serangan musuh dengan setimpal (qishash).
c.       Perang Penaklukan Mekah oleh tentara Islam dibawah pimpinan Rasulullah saw, karena pengkhianatan kaum musyrik Mekah terhadap “perjanjian damai Hudaibiyah”. Karena kaum musyrik Mekah menyerah tanpa syarat, maka Rasulullah saw member pengampunan umum kepada mereka, setelah Ka’bah – rumah ibadah yang didirikan Nabi Ibrahim as dan merupakan rumah ibadah tertua dibersihkan dari patung-patung kaum Musyrik Mekah.
d.       Internal
Dalam menghadapi waga Negara Islam Madinah, berlaku hukum perang seperti tertuang dalam Q.s:5:33, apabila melakukan hal-hal sebagai berikut:
-           Penghancuran “mesjid Dhirar”, yang didirikan oleh kaum munafiq dan dijadikan markas perjuangan oleh mereka dengan jalan membuat “fitnah” (dalam arti kata yang luas), menjalin hubungan dengan musuh Islam dan merencanakan “makar”, walaupun berbentuk masjid, tetapi berfungsi sebagai markas kejahatan / kemungkaran, menurut hukum Islam harus dihancurkan.
-           Pengusiran warga Negara Islam Madinah minoritas yaitu kaum Yahudi banu Qainuqa, karena merencanakan pembunuhan terhadap Rasulullah saw, kepala Pemerintahan dan Kepala Negara Islam Madinah.
-           Penghukuman bunuh warga Negara Islam Madinah minoritas yaitu kaum Yahudi banu Quraizhah, karena pengkhianatan dan pemberontakan mereka dalam perang Ahzab (sekutu).
-           Memerangi para pembangkang zakat hingga mereka mau membayar kewajiban zakat.
-           Menumpas para “nabi palsu”, karena kaum kemurtadannya kepad Islam dan keingkarannya untuk patuh kepada Rasulullah saw sebagai kepala Negara Islam.
-           Menumpas para pemberontak yang ingin memisahkan diri dari Negara Islam Madinah.

II.                  Perang Dalam Agama Yahudi dan Kristen
1.        Agama Yahudi
Secara historis, asal mula keturunan kaum Yahudi berasal dari suku Ibrani, yang berarti “orang-orang yang tinggal di seberang sungai”. Sebab pada masa itu, mereka mendiami tanah yang letaknya diseberang sungai Euffrat di tanah Qan’an, sebagai bagian dari suku Ibrani, jumlah kaum Yahudi saat itu sedikit sekali, dan pekerjaan mereka pada umumnya adalah pengembala kambing.
Kira-kira pada tahun 1800 SM, Nabi Ya’qub a.s (Israil) bersama-sama anak cucunya pindah dari Qan’an ke Mesir, dimana pada saat itu Menteri Keuangan Mesir adalah Nabi Yusuf a.s, putera Nabi Yaqub a.s sendiri. Kira-kira pada tahun 1689 SM Nabi Yaqub a.s wafat, dan menyusul pada tahun 1635 SM, Nabi Yusuf a.s wafat pula. Setelah Nabi Yusuf a.s meninggal dunia, maka kaum Yahudi (Israil) tetap berdiam di Mesir sampai lebih dari 300 tahun lamanya.
Kemudian, karena penindasan yang dilakukan oleh Raja Mesir yakni Fir’aun (Pharao) mereka kembali ke kampung halamannya semula yaitu yang sekarang terkenal dengan nama Palestina. Kaum Yahudi dapat melepaskan diri dari penindasan Fir’aun dan kembali ke Palestina adalah berkat pertolongan Allah SWT dengan menampilkan Nabi Musa a.s untuk memimpin kaum Yahudi. Setelah nabi Musa wafat, pimpinan kaum Yahudi beralih kepada Nabi Ilyas a.s dan sesudah Nabi Ilyas a.s wafat, pimpinan kaum Yahudi beralih kepada Nabi Alyasa a.s.
Selanjutnya, setelah Nabi Alyasa a.s meninggal dunia kehidupan kaum Yahudi mengalami kemunduran, karena ketiadaan pemimpin yang baik dan berwibawa, disamping mereka telah mengenyampingkan agama yang dibawa Nabi Musa a.s, sampai tampilnya Nabi Daud a.s., yang berkuasa pada masa tahun 1058 – 1017 SM. Sesudah Nabi Daud wafat, maka pimpinan kaum Yahudi dipegang oleh Nabi Sulaiman a.s. Dalam masa kepemimpinan Nabi Sulaiman a.s., kaum Yahudi diadakan reformasi yang mendasar didalam system kemasyarakatannya, seperti antara lain membangun mesjid, pusat kegiatan ibadah dan kemasyarakatan, yang sekarang dikenal dengan nama “Baitul Maqdis” atau “Haikal Sulaiman”. Dan Nabi Sulaiman a.s wafat sekitar tahun 975 SM. (Moenawar Cholil;1980:123-126).
Setelah Nabi Sulaiman a.s wafat kaum Yahudi mengalami kehancuran yang menyedihkan. Karena silih berganti penguasa asing menjajah mereka. Pada tahun 722 SM, Raja Salman Nazar menaklukan negeri Palestina; lalu pada tahun 677 SM Raja Assyiria berganti menjajah Palestina. Kemudian pada tahun 610 SM Raja Fir’aun dari Mesir menjajah Palestina; setelah itu Raja Babylonia menjajah kaum Yahudi pada tahun 606 SM. Pada tahun 599 SM kaum Yahudi melakukan pemberontakan terhadap penguasa Babylonia, tetapi gagal, sehingga akibatnya kira-kira 10.000 kaum Yahudi ditangkap dan dijadikan budak serta semua harta yang tersimpan di Masjid Baitul Maqdis / Haikal Sulaiman dibakar habis. Pada tahun 536 SM kaum Yahudi bebas dari penjajahan Babylonia, tetapi Palestina jatuh ketangan Raja Persia. Penguasa Persia cukup lama menjajah Palestina, lebih dari 200 tahun, karena baru pada tahun 330 SM Raja Iskandar yang agung dari Macedonia dapat mengalahkan Persia di Palestina. Dan sejak itu penguasa Macedonia menjadi penguasa Kolonial yang baru di Palestina. (M. Fuad Fachruddin, Tanpa Tahun; 2-3).
Berdasarkan fakta sejarah kaum Yahudi sejak tahun 722 SM sampai dengan tahun 330 SM, senantiasa dijajah oleh penguasa asing yang kejam, terutama penguasa Babylonia yang menjajah palestina sejak 606 SM – 536 SM, dengan memperbudak 10.000 orang Yahudi, merampas harta pusaka yang tersimpan di Haikal Sulaiman, termasuk kitab Taurat (Perjanjian Lama) dan membakar Haikal tersebut. Sedangkan penulisan kembali kitab Taurat (Perjanjian Lama) pada abad keenam (539) SM setelah naskah-naskah kitab tersebut dirampas dan dibakar oleh penguasa Babylonia (588 SM). Oleh karena itu penulisan kembali kitab Taurat berdasarkan hafalan dan cerita-cerita dari para Rahib (Pendeta) kaum Yahudi.
Adapun kitab Taurat (Perjanjian Lama) menurut versi baru tersebut disusun atas lima juz, yang disebut “Sifra”, yaitu:
a.     Kitab Kejadian, yang berisi mengenai:
a.1. Riwayat Kejadian Langit dan Bumi.
a.2. Riwayat Kisah Nabi Adam sampai Nabi Yusuf.
b.     Kitab Keluaran, yang berisi mengenai:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar