Selasa, 17 Mei 2011

Manusia modern dengan pandangan hidup sekuler dan dengan kemampuannya menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, ternyata belum mampu mengatur kehidupannya selama dua ratus tahun mereka menguasai planet bumi ini. Di bawah ini kami salinkan pernyataan-pernyataan tokoh-tokoh pemikir Indonesia.
Mohammad Natsir: “Demikianlah keadaannya manusia modern, yang bersifat ilmiah, berjiwa kemanusiaan dan berpandangan hidup sekuler itu, yang pada suatu zaman lampau mendakwakan dirinya telah memberikan penyelamatan kepada umat manusia daripada apa yang dinamakan “tirainya takhayul dan kefanatikan gereja dan agama”. Kini peradaban modern menyadari keadaannya tidak damai lagi, karena di belenggu oleh nafsu material yang tidak ada batasannya dan senantiasa disibukkan oleh segala ambisi yang tidak terkendali, hampa dari bimbingan spiritual. Ruang hampa dalam jiwa manusia telah menjerit meminta bimbingan spiritual, agar supaya dapat membuat kehidupan ini cukup bernilai untuk dijalani. Dengan kata lain, manusia modern itu telah mengalami kehampaan spiritual (spiritual vacuum), kelaparan spiritual yang tidak kalah berbahayanya dari kelaparan jasmani”. (Muhammad Natsir, Media Da’wah, April 1980).
Soedjatmoko: “Rupanya ilmu pengetahuan dan teknologi telah luput dari pengendalian manusia, telah keluar dari sasaran-sasaran sosial umat manusia; dan sekarang bergerak secara bebas menurut dinamikannya masing-masing. Kini manusia telah dilemparkan kedalam tangannya sendiri, dan berhadapan dengan pandangan yang berkenaan dengan nilai-nilai moral serta persepsi manusia tentang makna sejati dari kehidupannya sendiri. Maka apabila sebelum ini manusia sangat menegakan keberhasilannya dan yakin akan kemampuannya serta atas kebenaran mutlak segala khazanah pengetahuan dan ilmu pengetahuan, telah menjalani sejarah kejayaannya selama masa dua ratus tahun, dan tidak mampu memberi jawaban atas setiap masalah, malah kini keadaanya dan situasinya telah berubah. Proses sekularisasi telah mencapai “titik akhirnya”. Dan dewasa ini menusia seakan-seakan berdaya upaya untuk menarik kembali sesuatu yang dapat menjadi pegangan, agar ia mampu menemukan pemecahan-pemecahan itu didalam kehidupan spiritual, didalam agama.” (Soedajatmoko; Kompas, 13 Desember 1979).
Planet bumi yang layak didiami oleh manusia, secara kasar dianggap berbentuk bola, mempunyai jari-jari 6.378 km dan beratnya kira-kira 6,9 x 10’29 gram. Namun demikian bagian bumi yang menunjang kehidupan manusia hanyalah keraknya saja, yang tebalnya kira-kira antara 40-60 km. segala mineral dan energi dibentuk dan terdapat pada bagian paling atas dari kerak bumi.
Pengeboran minyak yang paling dalam baru sampai kedalaman 7.000 meter. Dan mineral serta energi itu tidak tersebar merata di kulit bumi atau tubuh bumi, ada daerah-daerah yang sangat kaya dengan mineral atau energi dan ada pula yang miskin. (M.T. Zen; 1980: 14).
Demikian pula tanah yang luasnya 32,5 milyar hektar dikerak bumi ini hanya 8 milyar hektar yang dapat dijadikan tanah pertanian. Kebanyakan dari tanah dipermukaan bumi ditutupi lapisan-lapisan es dan permanfrost garam-garam pasir, hutan belantara, daerah-daerah perkotaan (urban) dan industri. (Edward Goldsmith et.al; 1980: 110-111).
Kemudian menurut laporan Food and Agricultural Organization (FAO) Rome, 1969, menyatakan bahwa menjelang tahun 1985 tidak ada lagi tanah murni yang belum diolah yang tertinggal, jika percepatan perluasan tanah pertanian terus berlangsung seperti sekarang. Malahan lebih dari itu, sebagian tanah-tanah yang kerjakan dewasa ini sudah demikian luasnya, sehingga harus dikembalikan dahulu kondisinya, baru dapat dijadikan tanah padang yang dapat digarap.
Dalam menghadapi keadaan semacam ini, FAO memebuat rencana pemenuhan kebutuhan pangan dunia dengan “intensifikasi”, dimana penggunaan bibit unggul, pupuk anorganik dan pestisida merupakan keharusan yang tidak bisa ditinggalkan. Dengan intensifikasi ini produksi pangan diharapkan bisa menghasilkan sepuluh kali lebih besar. Tetapi penggunaan pupuk anorganik dalam jangka panjang akan berlaku “hukum penyusutan produksi” (diminishing returns) di Inggeris dalam periode 1964-1969, penggunaan pupuk anorganik seperti fosfat 2%, kalium 7% dan zat lemas sebesar 40%, ternyata hasil per hektar (hektar = 4,047 m2), gandum, barby, lucerne sudah mulai menunjukan tanda-tanda menurun. Karena tanah yang menggunakan pupuk anorganik makin lama semakin kurus, sedangkan penggunaan pestisida sangat merusak lingkungan hidup. (Edward Goldmisth; 111-112).
Oleh karena itu, apabila awal dasawarsa tahun 1960an, tiap tahun selalu tersedia cadangan pangan dunia yang mencakupi keperluan untuk seratus hari konsumsi dunia, tetapi pada akhir tahun 1974 cadangan pangan begitu menipis sehingga menjadi kurang dari keperluan untuk satu bulan konsumsi dunia. (Soemitro Djojohadikoesumo; 1980: 26).
Selanjutnya cadangan sebagian besar jenis-jenislogam, kini akan habis dalam jangka waktu 50 tahun lagi, jika laju konsumsi 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar